Syahdan di dua masa yang berbeda hiduplah dua orang perempuan bangsawan yang elok rupanya. Santun dalam bertutur menunjukkan kelas sosial dimana mereka berasal. Teristimewa pada era mereka tumbuh dewasa adalah masa dimana perempuan menjadi warga kelas dua bahkan harta yang dapat diwariskan pada para lelaki.
Salah satunya hidup dalam kukungan tradisi jawa yang mengikat. Perempuan terhormat adalah perempuan yang tak boleh terdengar suaranya, yang menurut pada suami dan tak boleh meninggalkan halaman rumahnya apalagi pergi jauh menuntut ilmu ke negeri Belanda meski tawaran beasiswa telah digenggaman.
Raden Ajeng Kartini perempuan haus ilmu itupun harus merelakan kesempatan itu pada KH Agus Salim.
Putus asakah ia ? Justru semua kungkungan yang ia alami membuat penanya makin tajam mengkritisi keadaan. Ia mencari sumber kebenaran sejati hingga terjemah qur'an dalam bahasa jawa pun dilalapnya meski baru separuh jalan.
"Dari Gelap menuju Cahaya " kalimat yang membekas kuat dari dalam dirinya, membuat Kartini tak hanya ingin berbuat lewat surat tapi dengan mendirikan sekolah untuk para perempuan hingga bisa mengeluarkan mereka dari kegelapan tradisi.
Tapi Kartini tetaplah perempuan jawa yang harus menerima keputusan perjodohan orang tuanya meski ia harus menjadi istri ke empat. Keputusan yang membawanya menyongsong syahadah pada usia 25 tahun saat ia melahirkan.
Meski begitu Kartini telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perempuan Indonesia.
Nun di suatu tempat yang berjarak ribuan kilometer di tengah gurun yang panas pada rentang masa yang jauh sebelum era Kartini. Telah Hidup seorang perempuan yang juga bangsawan jelita. Dengan kecerdasan dan tangan dinginnya ia tak sekedar mandiri secara finansial tapi juga telah menjadi tokoh bisnis yang disegani dalam perniagaan ke mancanegara. Perempuan yang mampu keluar dari jeratan tradisi Arab yang menjadikan perempuan sebagai harta yang bisa dipindah tangankan sesuka hati kaum pria. Makhluk yang dianggap aib bagi keluarga hingga para ayah merasa malu dan membunuh mereka sejak mereka dilahirkan.
Perempuan yang mengendalikan kerajaan bisnisnya dari kota Makkah. Perempuan yang kelembutan dan kecerdasannya diam diam telah memikat hati seorang pemuda tampan yang limabelas tahun lebih muda.
Bersama belahan jiwanya itu ia bahu membahu menegakkan Kalimatullah di muka bumi meski artinya ia harus kehilangan seluruh harta dan kaum kerabat.
Perempuan yang melahirkan empat putri terbaik dalam sejarah. Dari rahimnya telah lahir putri cantik penghulu para perempuan di syurga. Sang Bunga suci Fatimah Az Zahra.
Perempuan yang sepanjang lima belas tahun perkawinannya suaminya tak pernah menduakannya hingga ajal menjemputnya. Bahkan setelah wafatnya perlu waktu dua tahun bagi suaminya untuk menikah kembali. Sungguh Rumah Mutiara di syurga adalah hal yang layak buat Khadijah Al Kubra Radhiyallahhu anha..
Antara Jepara dan Makkah terbentang ruang waktu dan jarak yang teramat panjang. Lebih dari cukup bagi perempuan moderen masa kini untuk mengambil pelajaran untuk menentukan langkah.
Memilah dan memilih akan jadi apa perempuan abad ini. Kartini dan Khadijah bukan untuk diperbandingkan tapi dijadikan teladan dalam menata hidup perempuan yang ingin menjadikan dirinya istimewa.
Selamat Hari Kartini Perempuan Indonesia..
Selamat Hari Khadijah buat seluruh Perempuan Muslim di seluruh dunia..
by ibu embun
antara jepara dan mekkah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar