Sepeninggal Khadijah r. A., Rasulullah SAW sangat bersedih hati. Namun kesedihan
ini tidak dipendam lama-lama karena dakwah Islam yang masih berusia sangat muda
memerlukan penanganan yang teramat serius. Sebab itu, Rasulullah SAW memerlukan
pendamping hidup sepeninggal Khadijah r. A. Maka beliau pun, atas izin Allah
SWT, menikah kembali. Inilah keutamaan pernikahan-pernikahan yang dilakukan
Rasulullah SAW sepeninggal Khadijah r. A. Seperti yang ditulis oleh Dr. M.
Syafii Antonio, M. Ec dalam buku “The Super Leader Super Manager: Learn How to
Succeed in Business & Life From The Best Example” (ProLM;Agustus 2007). Inilah
petikannya:
Saudah binti Zum’ah
Ketika dilamar Rasulullah SAW, Saudah telah berusia 70 tahun dengan 12 anak.
Perempuan berkulit hitam dari Sudan ini merupakan janda dari sahabat Nabi
bernama As-Sukran bin Amral Al-Anshari yang menemui syahid keran menjadikan
dirinya perisai hidup bagi Rasulullah di medan perang. Rasulullah yang ketika
melamar Saudah telah berusia 56 tahun menikahi wanita itu agar Saudah bisa
terjaga keimanannya dan terhindar dari gangguan kaum Musyirikin yang tengah
hebat-hebatnya memusuhi umat Islam yang ketika itu masih sangat sedikit
jumlahnya.
Zainab binti Jahsy
Tak lama setelah menikahi Saudah, Rasulullah mendapat perintah dari Allah SWT
untuk menikahi Zainab binti Jahsy, seorang janda berusia 45 tahun yang berasal
dari keluarga terhormat. Pernikahan dengan Zainab ini merupakan suatu
pelaksanaan perintah Allah SWT bahwa pernikahan haruslah sekufu. Zainab
merupakan mantan isteri dari Zaid bin Haritsah.
Ummu Salamah binti Abu Umayyah
Setelah menikahi Saudah dan Zainab, Rasulullah kembali mendapat perintah Allah
SWT agar menikahi puteri dari bibinya yang pandai mengajar dan juga pandai
berpidato. Ummu Salamah binti Abu Umayyah, seorang janda berusia 62 tahun.
Setelah menikah dengan Rasulullah SAW, Ummu Salamah kelak banyak membantu Nabi
dalam medan dakwah dan pendidikan bagi kaum perempuan.
Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan
Dalam pengembangan dakwah Islam yang masih sangat terbatas, umat Islam mendapat
cobaan ketika salah seorang darinya, Ubaidillah bin Jahsy, murtad dan menjadi
seorang Nasrani. Secara syar’i, murtadnya Ubaidillah ini menyebabkan haram dan
putusnya ikatan suami-isteri dengan Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan. Untuk
menyelamatkan akidah janda berusia 47 tahun ini, Rasulullah mengambil langkah
cepat dengan menikahi Ummu Habibah. Kelak langkah Rasulullah SAW ini terbukti
tepat dengan aktifnya Ummu Habibah di dalam menunjang dakwah Islam.
Juwairiyyah binti Al-Harits al-Khuzaiyyah
Juwairiyyah adalah seorang janda berusia 65 tahun dengan 17 anak. Perempuan ini
merupakan budak dan tawanan perang yang dibebaskan Rasulullah. Setelah
dibebaskan Rasulullah SAW, Juwairiyyah dengan ke-17 orang anaknya tentu akan
kebingungan karena dia sama sekali tidak memiliki seorang kerabat pun. Allah SWT
memerintahkan Nabi SAW agar menikahi perempuan ini sebagai petunjuk agar manusia
mau membebaskan budak dan memerdekakannya dari perbudakan dan penghambaan kepada
selain Allah SWT.
Shafiyyah binti Hayyi Akhtab
Setahun setelahnya, saat berusia 58 tahun, Rasulullah kembali menikahi Shafiyah
binti Hayyi Akhtab, seorang janda dua kali berusia 53 tahun dan memiliki 10
orang anak dari pernikahan sebelumnya. Shafiyyah merupakan seorang perempuan
Muslimah dari kabilah Yahudi Bani Nadhir. KeIslaman Shafiyyah diboikot
orang-orang Yahudi lainnya. Untuk menolong janda tua dengan 10 orang anak inilah
Rasulullah SAW menikahinya.
Maimunah binti Al-Harits
Dakwah Islam tidak hanya diperuntukkan bagi orang-orang Arab semata, tetapi juga
kepada manusia lainnya termasuk kepada orang-orang Yahudi. Sebab itu, Rasulullah
kemudian menikahi Maimunah binti Al-Harits, seorang janda berusia 63 tahun, yang
berasal dari kabilah Yahudi Bani Kinanah. Pernikahan ini dilakukan semata untuk
mengembangkan dakwah Islam di kalangan Yahudi Bani Nadhir.
Zainab binti Khuzaimah bin Harits
Zainab binti Khuzaimah merupakan seorang janda bersuia 50 tahun yang sangat
dermawan dan banyak mengumpulkan anak-anak yatim, orang-orang lemah, serta para
fakir miskin di rumahnya, sehingga masyarakat sekitar menjulukinya sebagai “Ibu
Fakir Miskin”. Guna mendukung secara aktif aktivitas janda tua ini maka
Rasulullah menikahinya. Dengan pernikahannya ini Rasulullah ingin mencontohkan
kepada umat-Nya agar mau bersama-sama menyantuni anak-anak yatim dan orang-orang
lemah, bahkan dengan hidup dan kehidupannya sendiri.
Mariyah al-Kibtiyyah
Setelah delapan pernikahannya dengan para janda-janda tua dengan banyak anak,
barulah Rasulullah SAW menikahi seorang gadis bernama Mariyah al-Kibtiyah. Namun
pernikahannya ini pun bertujuan untuk memerdekakan Mariyah dan menjaga iman
Islamnya. Mariyah merupakan seorang budak berusia 25 tahun yang dihadiahkan oleh
Raja Muqauqis dari Iskandariyah Mesir.
Hafshah binti Umar bin Khattab
Dia merupakan puteri dari Umar bin Khattab, seorang janda pahlawan perang Uhud
yang telah berusia 35 tahun. Allah SWT memerintahkan Rasulullah untuk menikahi
perempuan mulia ini karena Hafshah merupakan salah seorang perempuan pertama di
dalam Islam yang hafal dengan seluruh surat dan ayat al-Qur’an (Hafidzah).
Pernikahan ini dimaksudkan agar keotentikan al-Qur’an bisa tetap terjaga.
Aisyah binti Abu Bakar
Puteri dari Abu Bakar Ash-Shiddiq ini merupakan seorang perempuan muda yang
cantik, cerdas, dan penuh izzah. Allah SWT memerintahkan langsung kepada
Rasululah SAW agar menikahi gadis ini. Pernikahan Rasululah dengan Aisyah r. A.
Merupakan perintah langsung Allah SWT kepada Rasulullah SAW lewat mimpi yang
sama tiga malam berturut-turut (Hadits Bukhari Muslim). Tentang usia pernikahan
Aisyah yang katanya masih berusia 9 tahun, ini hanya berdasar satu hadits dhaif
yang diriwayatkan oleh Hisyam bin ‘Urwah saat beliau sudah ada di Iraq, dalam
usia yang sangat tua dan daya ingatnya sudah jauh menurun. Mengenai Hisyam,
Ya’qub ibn Syaibah berkata, “Apa yang dituturkan oleh Hisyam sangat terpercaya,
kecuali yang dipaparkannya ketika ia sudah pindah ke Iraq. ” Malik ibnu anas pun
menolak segala penuturan Hisyam yang sudah berada di Iraq.
Oleh para orientalis, hadits dhaif ini sengaja dibesar-besarkan untuk
menjelek-jelekan Rasulullah SAW. Padahal menurut kajian-kajian semacam
al-Maktabah Al-Athriyyah (jilid 4 hal 301) dan juga kajian perjalanan hidup
keluarga dan anak-anak dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, maka akan diperoleh
keterangan kuat bahwa Asiyah sesungguhnya telah berusia 19-20 tahun ketika
menikah dengan Rasululah SAW. Suatu usia yang cukup matang uhtuk menikah.
Bagi yang mau lebih jauh menelusuri tentang keterangan ini silakan menelusuri
Tarikh al-Mamluk (Jilid 4, hal. 50) dari at-Thabari, Muassasah al-Risalah
(Jilid. 2 hal. 289) dari Al-Zahabi, dan sumber-sumber ini dituliskan kembali
oleh Dr. M. Syafii Antonio, M. Ec dalam buku “The Super Leader Super Manager:
Learn How to Succeed in Business & Life From The Best Example” (ProLM;Agustus
2007). Jadi tidak benar tudingan dan fitnah para orientalis bahwa Rasulullah
menikahi Aisyah di saat gadis itu masih berusia sangat belia.
Inilah pernikahan-pernikahan agung yang dilakukan Rasulullah SAW. Beliau banyak
menikahi para janda tua dengan banyak anak sebelum menikah dengan dua gadis
(Mariyyah dan Aisyah), itu pun atas perintah Allah SWT dan di saat usia Beliau
sudah tidak muda lagi. Poligami yang diajarkan, yang disunnahkan Rasulullah SAW
adalah poligami yang berdasarkan syariat yang sejati, bukan berdasar
akal-akalan, bukan berdasarkan syahwat yang berlindung di balik ayat-ayat Allah
SWT.
Jika sekarang banyak sekali orang-orang Islam yang melakukan poligami, mengambil
isteri kedua, isteri ketiga, dan isteri keempat, yang semuanya masih gadis,
cantik, muda usia, dan sesungguhnya tidak berada dalam kondisi yang memerlukan
pertolongan darurat terkait keimanannya, maka hal itu berpulang kepada mereka
masing-masing. Adakah poligami yang demikian itu sesuai dengan poligami yang
dilakukan dan dijalani Rasululah SAW? Silakan tanya pada hati nurani
masing-masing, karena hati nurani tidak pernah mampu untuk berbohong.
Wallahu’alam bishawab.
(Diedit dari eramuslim.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar