KEMBALI
“Tidak perlu
malu, Li” kata ibu muda dengan wajah
tirus dengan sedikit noda merah di sisi kanan wajahnya. Seorang teman baiknya.
Setidaknya begitu keadaan memaksa dan mengkondisikan mereka demikian.
Mereka tinggal di satu rumah kost.
“Aku sudah tak
lagi punya apa yang disebut dengan malu, Fah” Lili memalingkan dan melemparkan
pandangku sejauh-jauhnya.
Sebuah pohon
berbuah delima di sebelah pohon nangka yang besar tinggi menjulang tertangkap
matanya. Seekor kupu – kupu beterbangan di antara dedaunan pohon delima yang
mulai merontok bunga dan menuju prosesnya menjadi buah. Dan seekor burung
terbang melintas dekat pohon nangka
“Sudah, Li.
Nanti ada jalan keluar” suara Sholih menengahi keheningan antara dua perempuan
yang mengadu rasa, entah pada siapa.
Pria tambun
suami si perempuan bernama Fah ini duduk menjajari mereka. Tapi dia mengawan
pada pikirannya sendiri teringat kenangan bersama Rozaq ketika sama-sama di
Gontor. Bareng digunduli karena nakal telat atau bolos jamaah. Namun dibalik
itu juga berprestasi dan aktif di madding dan bulletin pondok.
Beruntung, seusai
menyelesaikan pendidikan di Gontor, Rozaq melanjutkan studi di Makkah. Berbeda
dengan sahabatnya yang batal berangkat
karena tidak cukup biaya.
“Tetep sohib”
pesan Rozaq sebelum berangkat.
Sekembalinya ke Indonesia , entah karena takdir bicara demikian atau
memang sengaja mendekat. Rozaq ikut mengajar di sebuah lembaga pesantren yang
meniru program studi di Gontor tapi di kota
kecil mereka berdua, bersama Sholih.
“Masih untung kau,
Lih” seloroh Rozaq
“Untung apa?”
Sholih yang sering merasa kalah langkah dari Rozaq.
“”Kamu sudah
punya keluarga, istri dan anak. Bahkan istrimu juga berkarir”
Orang seringkali
memandang orang lain lebih sukses dan lebih bahagia. Seandainya saja orang tahu
apa yang sebenar-benarnya terjadi dalam kehidupan orang lain. Pastilah masing-masing
pandai bersyukur.
Fah, istri
Sholih, dinas 20km sebelah timur kota
kecil mereka. Sebuah kota
yang terkenal dengan menaranya. Rozaq turut mengantar keluarga kecil ini pindah
ke sebuah rumah kost di Kudus, kota eksotis.
Saat itulah
untuk pertama kalinya dia bertemu Lilik, salah seorang penghuni rumah kost.
Pertama bertemu , langsung jatuh hati dan ternyata tak bisa berpaling
sesudahnya.. Teman satu kost dengan sahabatnya sekeluarga itu langsung memikat
hatinya.
Dan bagi Lilik,
Rozaq adalah juga cinta pertama. Hei hei. Ini tahun 70 an. Jadi memang indah
sekali pertemuan antara pertama dengan yang pertama. So original dan bisa
berarti timeless priceless. Mereka akhirnya mempunyai hubungan istimewa. Sangat
sangat istimewa.
Sayangnya Rozaq
kemudian dijodohkan orangtuanya dengan seorang ning (seorang putri kyai) dari
Jawa Timur, untuk gengsi, kehormatan , kekayaan
dan lain-lain alasan yang orangtuanya saja pahami, tidak bagi Rozaq.
Karena hatinya sebenarnya telah tertambat satu hati. Tapi dia tak bisa
mengelak. Berkali permohonan maaf dan perpisahan memilukan akhirnya terjadi antara Rozaq dan Lilik.
Lilik terus menerus menangisi
perpisahan ini.
Aku sakit. Aku sakau……….
Lili terus terusan menangis,
terluka dan nanar jiwa dan hatinya.
Daun runtuh
luruh jatuh ke bumi kering yang kerontang. Dan ilalang terbakar matahari yang
meranggaskan pepohonan , hutan dan semesta. Alam tak lagi hijau, tak lagi
segar, tak lagi ada kehidupan.
Rozaq sama tak
bahagianya. Pernikahannya tidak berjalan dengan baik. Hari –hari kelabu, malam
– malam yang dingin. Pagi tanpa senyuman, siang sore senja yang tak bisa lagi
dibedakan karena yang ada hanya gelap dan suram. Bahkan beberapa bulan tanpa Rozaq
menyentuh istrinya. Ganjil khan…cowok gitu lhoh. Istrinya halal baginya, tapi
dicuekin.
Rozaq
menumpahkan kegalauannya pada sahabat dan istrinya. Lilik masih bersama mereka,
tinggal dalam satu kost.
Dan dengan
bantuan pasangan ini-sahabat dan istrinya- Rozaq akhirnya bercerai dari istrinya. Berhasil
meyakinkan Lilik untuk menunggu. Dan akhirnya mereka bersama lagi.
Keluarga baru
ini membina keluarga yang bahagia, sukses dan harmonis. Mencapai titik titik
kesuksesan dan pencapaian yg tak dpt disangkal lagi, krn energi cinta yg
sedemikian besar antara keduanya. Salingpercaya, saling dukung dst.
Tak terhitung
besar rasa terimakasih mereka terhadap mak comblang pertama mereka bertemu dan
akhirnya membantu pertemuan mereka lagi..
You bring joy to
my life, bisik Rozaq.
Thank you for
being here. For coming back to my life, bisik Lili.
I’ll stand by
you, janji Rozaq
Please promise,
pinta Lili
Padahal mereka- pasangan
mak comblang ini - sebenarnya tak kompak
dan harmonis dalam keluarga mereka sendiri. Paradoks kan …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar