HYPNOPARTY
Aku bertukar
pandang dengan Ellen. Kami sama –sama mencemaskan kakaknya.
“Aku ikut ya”
kataku kepada Resty yang terlihat sibuk
mengemasi beberapa barang.
“Nggak usah Rin.
Katanya aku musti sendirian. Ini kan
surprise party” Resty menolak tawaranku.
“Kamu ama Ellen
ya. Sorry nih aku tinggal. Nggak apa – apa ya” aku tak bisa berbuat banyak dan
hanya bisa melihat punggung sahabatku berlalu, bergegas menuju teras rumahnya
dan dalam hitungan menit mobilnya telah meninggalkan aku berdua dengan adiknya,
Ellen.
“Ellen!” itu suara Resty. Menjerit
sampai sampai aku yang duduk lima
langkah jauhnya dari Ellen, bisa mendengar suaranya dari seberang telpon.
Wajah Ellen
berubah pasi dan seketika panik setelah ia menaruh telpon ke tempatnya kembali.
“Mbak Rini di
rumah saja sama mbok Dar, ya.” katanya kemudian. Aku agak kebingungan tapi
meraba-raba apa yang terjadi.
“Kenapa dengan
Resty?” tanyaku ingin tahu.
“Sepertinya mbak
Resty kena tipu, aku belum tahu pasti. Mas Jack sudah menunggu aku di depan rumah.
Mbak Resty menunggu di depan J mall sekarang. Aku tinggal dulu mbak” Ellen
berlari meninggalkan aku. Lengkap sudah, aku di sini, di rumah sahabatku yang
berulang tahun tetapi aku ditinggalkan sendiri bersama pembantunya yang
pendiam. Olala.
Hah? Kena tipu?
Bagaimana bisa?
Resty memarkir mobilnya di tepi
jalan. Dengan perasaan berbunga ia merapikan rambutnya sekali lagi. Aih, dia
tersipu sekali lagi melihat wajah manisnya di cermin di atas dashboard mobil. Teman-teman
barunya di magister ternyata perhatian sekali dengannya, mereka mau merayakan
bersama birthday party-nya. Daripada
merayakannya di rumah bareng sahabat sederhananya, Rini dan adiknya, tentu saja
berparty dengan teman-teman barunya yang stylish akan lebih oke.
“Aku sudah sampai” jawab Resty.
Kevin, seorang temannya teman barunya di Magister-Lilian, menelponnya.
“Hai” sapa
seorang pria gentle dari balik pintu mobil. Resti membuka kacanya penuh
sekarang.
“Kevin ya?”
tanya Resty.
“ Iya. Kamu sudah ditunggu di Mc D buat makan
siang dulu. Jangan sampai telat lho. Oh ya, mana barang-baranngnya yang buat
pesta nanti. Biar aku siapkan” Kevin menjulurkan dua lengannya, dan Resty
menyerahkan barang-barang yang tadi sudah Kevin pesan lewat telpon.
“Mana Lilian?”
tanya Resty sambil celingukan.
“Lilian sudah di
Mc D juga”Kevin hendak membuka pintu mobil ketika alarm mobil tiba-tiba
berbunyi. Dan Resty seketika terkejut dan menutup penuh kaca jendela mobilnya
dan menginjak gas kuat-kuat meninggalkan seseorang yang bernama Kevin.
“Untunglah, waktu
itu alarm mobil berbunyi. Jadi mungkin pengaruh hipnotisnya berkurang. Dan aku
menjadi setengah sadar. Wah! Jangan-jangan aku kena tipu.” kata Resty masih
dengan suara terengah-engah.
Kami bergerombol
mengelilinginya. Mbok Dar membawakan segelas sirup dan aku menyerahkan padanya
dengan sebuah elusan di punggung. Mas Jack duduk bersandar di dinding masih
dengan wajah kepanasan dan Ellen memijit kaki kakaknya yang ketiban naas di
hari ultahnya.
“Kalau saja
alarm mobilnya tidak berbunyi. Kemungkinan dia juga sudah membawa lari mobilmu,
Res” kata mas Jack. Dia kelihatan geram.
“Kok kamu nggak
hajar tuh orang yang menipu kamu?” tanyaku dan Ellen hampir berbarengan.
“Aku dihipnotis
kayaknya. Dan belum sepenuhnya sadar waktu itu. Hanya insting saja aku menginjak
gas” Resty menerawang langit-langit sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sampai di Mc D
SimpangLima, Resty tidak menemukan Lilian dan teman-temannya. Segera dia
menyambar handphone dan memijit tutsnya dengan tergesa-gesa. Tapi tidak
diangkat. Hmm..mungkin bukan di Mc D sini. Resty kembali ke mobil dan melaju ke
Mc D jalan Pemuda. Tak juga ada yang dicarinya.
Kembali memencet
telponnya. Alhamdulillah, ada yang mengangkat salah satu dari orang-orang yang
dihubunginya.
“Lho? Party apa
ya,Res? Aku tidak tahu sama sekali.”
“ Lilian tidak
bilang apa-apa.”
“Lilian
sepertinya tidak punya teman bernama Kevin”
“Dia kayaknya
malah keluar kota
hari ini”
Beruntun jawaban
Tejo seberuntun pertanyaan Resty.
Dus! Berarti
benar aku ditipu, pikir Resty sesudahnya.
“Baru setelah
itu aku sadar kalau aku kena hipnotis” Resty mengakhiri ceritanya.
Kami semua
menatapnya prihatin. Oh my. Seandainya tadi dia menerima tawaranku dan Ellen
untuk menemaninya, kata hatiku.
“Seandainya tadi
aku mau ditemani kalian. Mungkin tidak begini kejadiannya” kata Resty, persis
seperti yang terlintas di kepalaku.
“Ya sudahlah. Apa saja yang berhasil
dia bawa?” tanya mas Jack.
“Uang lima ratus ribu,
radiotape, playerku yang baru, perhiasan. Untungnya aku bawa yang imitasi, jadi
tidak seberapa nilainya” jelas Resty.
“Perhiasan?”
serempak aku dan Ellen bertanya.
“Iya. Dia yang
suruh lewat telpon kan .
Uangnya untuk dekor pesta dan perhiasannya disiapkan untuk aku didandan di
salon” Resty menjelaskan dengan suara agak lirih, mungkin menyadari betapa
mudahnya dia dihipnotis, lewat telpon lagi.
“Dia
memanfaatkan euphoria kegembiraanmu di hari ulang tahunmu. Dia tahu teman-teman
S2 mu. Bisa kita lacak orangnya” kata mas Jack sigap.
“Iyalah. Besok
saja ya. Aku capek” Resti merubuhkan tubuhnya di karpet.
Keesokan harinya dan beberapa hari
berikutnya, pelacakan dilakukan. Beberapa oknum dicurigai tetapi tidak ada yang
mengaku sebagai komplotan atau teman seseorang yang mengaku bernama Kevin.
Liliana tidak. Dia mungkin hanya kambing hitam yang dipinjam namanya saja, itu
asumsi Resty.
Dua nama tersangka yang dicurigai sebagai teman
penghipnotis ditetapkan, tetapi tetap tidak ada pengakuan. Mungkin Tuhan yang
membalaskan, beberapa hari kemudian salah satu dari mereka mengalami kecelakaan
dan mengalami luka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar