SESAT MEMBAWA NIKMAT
Arsitek yang
jadi penulis, mungkin tidak mengherankan dan mengundang decak kekaguman jika ia
menulis tentang arsitektur. Seperti Imelda Akmal dan Avianti Armand. Namun jika
ia menulis sastra yang indah dalam bentuk puisi ataupun novel, hmmm…mungkin dia
memang berbakat atau memiliki multitalenta. Atau dianggap salah jurusan jika
akhirnya dia memilih menanggalkan profesinya sebagai arsitek dan memilih jalan
hidupnya sebagai novelis atau sastrawan. Ada
juga kan ?
Jurusan
pendidikan yang dipilih tidak sesuai dengan jalan karir, atau bisa juga disebut
jalan karir yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki
bisa disebabkan oleh banyak hal. Pilihan jurusan yang tidak sesuai minat, bakat
dan potensi karena tidak mengenalinya dengan baik, karena paksaan orang tua,
karena ketersediaan tempat, dana yang tidak memungkinkan dan lain-lain alasan.
Jalur karir yang diambil seadanya yang bisa dikerjakan, kondisi mengharuskan
seseorang melanjutkan bisnis keluarga dan kemungkinan lain adalah dia baru
menyadari kemampuan, minat, bakat dan potensinya di jalur lain. Jalur yang
mungkin sama sekali lain.
Karena
kita bicara tentang pendidikan dan hak asasi manusia, kita akan meneropong dan
menguliti bagaimana pendidikan dengan spesialisasi / jurusan tertentu yang
dipaksakan oleh siapa saja termasuk orang tua akan bersinggungan dengan hak
asasi manusia. Seperti halnya orangtua yang memaksakan anak-anaknya menerima
perjodohan. Hmmm….
Orang tua dan
orang yang merasa tua terkadang merasa lebih tahu apa yang baik untuk
anak-anaknya. Padahal pada kenyataannya, seringkali para orangtua ini hanya
didorong oleh keinginan untuk memperoleh prestige karena memiliki anak-anak
yang sekolah kedokteran, teknik dan seterusnya yang sesuai keinginan pribadi mereka. Yang demikian ini
mengkin penghiburan dan kebanggaan bagi orangtua, akan tetapi bisa jadi
penyiksaan dan tekanan bagi anak-anak yang menjalaninya.
Melihat
banyaknya kasus dan kecenderungan yang seperti itulah, semestinya paradigma
berpikir dan tindakan diperbaiki dari saat ini, mulai dari diri, kemudian merambah
ke lingkungan yang lebih luas dan program yang lebih panjang lebar dan dalam.
Agar tidak terjadi lagi pemaksaan dan pemerkosaan terhadap pilihan –pilihan
siapapun terhadap program pendidikan apapun.
Masih
lumayan jika ketersesatan mereka dalam jalur karir pilihan mereka akhirnya
membawa nikmat meski tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Atau
mereka tetap pada jalur karir yang sesuai dengan latar belakang pendidikan
meskipun akhirnya tidak bisa optimal dan maksimal karena mereka tidak menyukai
bidang tersebut. Karena cinta yang tulus terhadap pekerjaan, perasaan enjoy
atau menikmati suatu aktifitas akan
membangkitkan antusiasme tinggi dan outputnya tentu saja lebih baik, apalagi
jika didukung dengan kemampuan/skill..
Yang parah dan
memprihatinkan jika pendidikan mereka tidak selesai (tidak lulus) karena
frustasi di tengah jalan. Oh oh ! Ini menakutkan! Ada lagi yang lebih
menyeramkan, yaitu banyaknya pengangguran dari kelompok sarjana /lulusan
perguruan tinggi karena menganggap lowongan pekerjaan yang ada ‘tidak pantas’
dan ‘tidak layak’ untuk sarjana lulusan perguruan tinggi ternama seperti
mereka.
Agar hak asasi
manusia yang ini terlindungi, akan bijaksana jika terus digalakkan parenting
class baik bagi orangtua maupun guru dan unsur-unsur terkait dengan pendidikan.
Menjadi penting bagi semua orang untuk mengenali minat, bakat dan potensi
anak-anak serta generasi muda. Terdapat berbagai cara yang saat ini dikembangkan untuk tujuan tersebut seperti pengamatan
langsung dan mendalam secara perseorangan/personal, test minat bakat, melalui
tulisan tangan anak, melalui sidik jari/ fingerprint dan lain-lain.
Bergerak dari
pemahaman dan pengenalan ini dilanjutkan dengan komunikasi dua arah dengan anak
mengenai keinginan mereka, memberikan arahan atau masukan yang mereka butuhkan
dan seterusnya , kemudian pilihan jurusan rel pendidikan yang sesuai. Para guru dan pendidik di sekolah dan institusi juga
harus membebaskan diri dari menghakimi terhadap anak-anak didik mereka.
Menghitamputihkan , mengkotak-kotakkan dan sejenisnya.
PR berat?
Mungkin!
Nonsense?
Tidak ada yang
tidak mungkin jika diupayakan dengan sungguh –sungguh dengan dukungan semua
pihak dan tentu saja tak lepas dari pertolongan Tuhan Yang Maha Pendidik.
Robbul Izzati. Tuhan yang Maha Tinggi dan Maha Mulia. Yang memuliakan manusia
dengan membekalinya dengan potensi unik bagi setiap orang. Sehingga sangat
tidak bijak jika kita mengabaikan potensi unik ini apalagi membonsai dan
mengkerdilkannya dengan cara pemaksaan yang tentu saja melanggar hak asasi
manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar