Anda sudah ke Gili Trawangan? Ini adalah satu dari the Gilis yang terdiri dari tiga pulau Gili dekat Lombok. Ada juga Gili Meno dan Gili Ayer didekatnya. Tap, pusat keramaian turis mancanegara ada di Trawangan. Lima belas menit dengan boat kecil dari Lombok. Tapi, dua jam dengan fast boat dari Padang Bai, Bali.
Buat saya, Gili Trawangan adalah sebuah model Creative Tourism 3.0. Disebut kampung bule karena situasinya kayak di luar negeri tapi masih di dalam negeri. Kalau tinggal di Villa Ombak yang masih merupakan yang paling bagus di sana, deretan kafe di sepanjang pantai ada di dekatnya.
Orang bilang bahwa hanya orang Bali yang bisa open-minded pada turis. Di Gili Trawangan, orang lokal yang muslim membuktikan bahwa mereka bisa membuat turis yang sangat berbeda itu kerasan. Kunci suksesnya, semua lapisan masyarakat sudah sepakat bahwa pariwisata adalah sektor terpenting.
Pariwisata adalah kehidupan semua orang. Karena itu, turis asing harus merasa nyaman dan aman di pulau kecil itu. Konon kabarnya, ada orang yang mencuri dan ketangkap masyarakat. Langsung asja dikeroyok ramai-ramai. Dipotong tangan dan diusir dari sana.
Sejak itu, sudah tidak ada lagi seperti itu. Saya pun ketinggalan iPhone selama tiga jam dan menemukan kembali di tempat yang sama. Uniknya lagi, di situ tidak ada polisi. Yang ada hanya island security atau satpam pulau. Mereka diangkat oleh kepala desa.
Juga tidak ada polusi karena tidak ada mobil dan motor boleh beroperasi di situ. Transportasi umum disebut Cidomo atau Cikar Dokar Motor. Disebut begitu supaya keren, padahal dokar biasa. Sudah ada tarif baku dari satu titik ke titik lain. Tidak perlu ditawar karena sama pada semua Cidomo.
Pertama saya naik Cidomo kaget karena lagu yang diputar lagu-lagu party. Hampir setiap Cidomo di dilengkapi sound system kecil supaya bisa menghibur penumpang. Karena itu, nama lain dari Cidomo adalah Ferari Gili Trawangan. Kalau tidak mau naik Cidomo, alternatifnya sewa sepeda atau jalan kaki.
Di sepanjang jalan mengelilingi pulau, ada banyak kafe dan resor karena penduduk lokal banyak tinggal di kawasan tengah. Juga ada beberapa toko buku dan butik yang dimiliki beberapa bule yang sudah kerasan tinggal di sana. Sebagian malah sudah menikahi orang lokal. Buku banyak dibeli karena merupakan teman rileks dan pakaian yang dijual adalah pakaian pantai.
Hampir tiap malam ada party sampai subuh. Tapi supaya tertib, diselenggarakan secara bergantian oleh berbagai tempat clubbing. Setiap bulan purnama, perkumpulan remaja lokal di sana malah menyelanggarakan full moon party di tepi pantai. Waktu itu, turis dari Gili Meno dan Gili Ayer datang untuk ikut party karena di dua pulau itu memang tidak ada party.
Gili Meno lebih alamiah dan tenang. Di sana, ada sebuah taman burung yang dibangun oleh orang bule juga. Sedang Gili Ayer lebih indah pantainya. Ikan pun bisa mendekat ke pantai sehingga bisa dinikmati dengan mudah dengan ber-snorkeling di pinggir pantai.
Saya merencanakan untuk memberikan award atas nama Badan Promosi Pariwisata Indonesia atau BPPI untuk Kepala Desa Gili. Pertama, dari aspek nature and culture, Gili is nothing compared to Bali.
Kedua, dari aspek akses, Gili tidak punya penerbangan langsung dari luar negeri. Ketiga, dari aspek masyarakat, dulunya mereka bukan masyarakat yang tourism-oriented.
Kedua, dari aspek akses, Gili tidak punya penerbangan langsung dari luar negeri. Ketiga, dari aspek masyarakat, dulunya mereka bukan masyarakat yang tourism-oriented.
Tapi, tiga hal yang biasanya sangat krusial untuk industri pariwisata itu tidak menghalangi untuk membuat Gili Trawangan jadi sebuah Brand Dunia. Horizontal, Inklusif, dan Sosial.
sumber: internet, the marketeers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar