- Ide yg belum ditulis berarti ide yg belum diuji. Bisa menyesatkan. Rasanya sdh brilian, tnyt biasa saja. Saya jg sering alami.
Ide yg kuat belum tentu kita dpt sekali jadi spt wahyu, kadang perlu waktu dan teknik utk bs dikembangkan.
Satu2nya cara utk menguji ide ya dgn ditulis. Entah itu dgn outline, mind map, atau langsung bercerita. Yg jls, jgn spekulasi.
Dan terima dg lapang dada kl ide "cemerlang" itu tnyt tdk cukup kuat utk dikembangkan. Survival of the fittest jg berlaku di ranah ide.
Introspeksi diri jg kl ide "cemerlang" tadi jd cerita yg tak selesai, bs jadi krn stamina kita sbg penulislah yg belum cukup tangguh.
Bolong itu ibarat alibi yg lemah, ada runutan sebab-akibat yg gak rapi, lompat2, gak cukup kuat utk bisa dipahami scr utuh.
Kalo ide yg lemah, bongkar. Ganti, atau rekonstruksi. Kalo stamina yg gak cukup tangguh, perbaiki teknik, latihan lagi, coba lagi. - PLOT
Bersama mbak Dee di UWRF |
- What I've been missing in fiction works lately: plot crafting, not just word crafting.
Udah banyak banget yg lihai mengukir kalimat, tapi masih jarang ketemu yg lihai menyusun plot.
Rangkaian kalimat indah = lukisan awan. Indah tapi ngambang. Plot kuat = lukisan tanah. Menjejak dan menggiring.
Ciri2 kalau berhasil digiring plot, kita kerap dibikin penasaran, berpihak, tdk bisa berhenti baca, bahkan dihantui.
-
Ciri2 dibuai kalimat indah saja tanpa plot kuat: bisa terpukau, tapi tidak dihantui. Bisa wow sejenak, tp tdk ingin tahu lbh banyak.
Kadang sy curiga ini cm mslh selera/subjektif, tp sy ckp yakin ada sifat eksak dari teknik merangkai plot. Yg artinya ada formula.
latihan bikin screenplay bkl sgt membantu mnrtku, krn di situ adegan dan plot betul2 diuji.
Yg membuat plot crafting jarang disentuh krn prosesnya mmg melelahkan & makan waktu. Hrs sudi bongkar pasang + menelanjangi cerita.
Yg mengeluh proses nulisnya sering mandek, sy rasa itu sbtlnya bs diatasi dg menyusun plot yg kuat dulu. Krn itulah rel cerita.
Yes, good exercise. Minimal latihan nonton film deh. Mengasah taste bikin adegan, plot, dialog. Termasuk jg para editornya :)
utk download/baca skenario film luar yg gratis, ke http://t.co/Mv9iJ4p6Cc
Sering cerita dimulai dr letupan perasaan. Sah. Tp akn jd sekadar "bunga" kl lantas tdk bs dibikin konstruksi. Plot adlh skill kontraktor.
Penulis hrs jadi arsitek, desainer interior, sklgus kontraktor dari ceritanya. Kalau cm jd salah satu, terasa "bangunannya" gak lengkap.
bljr dr novel lagi jg bisa. Dg cara mempelajari konstruksi plotnya. Rekonstruksi kl perlu.
Menguasai teknik itu harus. Karena form harus diturunkan lewat formula. Istilah Rendra 'bikin jembatan'.
Soal analogi #plot, ada temuan menarik. Dia bukan tulang atau benda mati lainnya. Tapi 'force'. Elektromagnetik cerita.
teknik penulisan novel dan skenario mmg beda, tp skill keduanya mnrt sy komplementer.
Spt yg sy twit td, jago konstruksi (plot) tnp estetika jd 'garing'. Tp estetika doang (kata2 indah) tnp struktur kuat jd 'ngambang'.
Kl mnrt Blake Snyder, guru besar skenario, apa pun formatnya, utk bs berhasil fiksi pny formula struktur yg kurang lbh serupa.
Byk yg nuding bhw formula plot klasik kyk 3-Act itu klise, ketebak, dst. But it does work. Every single time. Berarti ada yg hrs dicermati.
Tak jarang, buku2 yg ditahbiskan bermutu, nyastra, dsb, tdk berhasil memikat sy utk terus membaca. Why? Simple. The plot doesn't work.
Meski buku2 Dan Brown atau seri Harry Potter mgkn tdk dikategorikan sastra tinggi, tapi crafting plot mereka amat, sangat lihai.
Kl ingin ulik plot, coba cermati buku2 yg rata2 komentar pembacanya: "Gak bs berenti baca! Smp gak tidur!" n sejenisnya. Terlepas genrenyasumber : twitter
Tidak ada komentar:
Posting Komentar