Jam dinding masih menunjukkan pukul setengah empat pagi, tapi aku segera
berkemas. Bebersih di kamar mandi, dandan secukupnya dan menyiapkan koper serta
tas untuk segera check-out dari kamar tamu rumah temanku ini.
Mungkin karena terganggu keributan pagiku, Hasan terbangun dengan
sendirinya. Dia tanpa diminta, mengikuti jejakku untuk bersiap-siap. Tinggal
aku perlu membangunkan Fatimah. Tapi ternyata tidak butuh waktu lama. Diapun
segera bangun begitu mendengar kata ‘naik pesawat’. Maklumlah, ini akan menjadi
pengalaman pertama kalinya mereka naik pesawat.
Dari arah dapur sudah terdengar denting sendok beradu dengan cangkir.
Saat keluar menuju ruang makan, aroma teh panas menguar. Diimbuhi kehangatan
sang tuan rumah membuat subuh ini terasa nikmat.
Usai menghangatkan tubuh, kami semua bergegas menuju mobil. Sesuai saran
teman baikku, kami akan sholat subuh di bandara saja. Supaya tidak tertinggal
untuk check in.
Kami didrop-in di depan pintu keberangkatan. Usai saling memeluk,
berpamitan dan janjian ketemuan lagi entah kapan, kami kemudian saling
melambaikan tangan. Terima kasih banyak atas kebaikan-kebaikannya, teman.
Sambil menyeret tas koper dan menggandeng kedua anak di kanan kiri, aku
memasuki bandara Ngurah Rai untuk pertama kalinya. Sempat berpose sebentar
dengan latar atap bangunannya yang menggunakan gaya steel-frame exposed. So
white. So bright. Gantian posenya dengan anak-anak, seperti biasanya.
Mungkin karena subuh, suasananya mengingatkanku pada saat berada di
bandara Jeddah. Karena kami waktu itu turun dari pesawat juga menjelang subuh,
dan sholat subuh di bandara King Abdul Aziz. Persis seperti yang saat ini kami
lakukan.
Toiletnya international class dan mushollanya nyaman. Lengkap dengan
mukena dan sajadahnya sehingga aku tak perlu mengeluarkan mukenaku sendiri.
Hanya ada satu orang yang juga sholat di sana, selain kami bertiga.
Usai sholat, sambil setengah berlari
kami melintasi lounge dari musholla menuju antrian check-in. Menunggu
dengan sabar di antrian menuju counter Air Asia sembari memotret-motret
sekitar. Kami sudah memisahkan tersendiri souvenir yang bentuknya rapuh jika
ditaruh dalam bagasi. Dan lebih memilih untuk membawanya dengan tangan, ikut
masuk nanti dalam ruang duduk pesawat. Koper yang dititipkan bagasi sudah
kukunci dengan gembok. Status dan cuitan teman-teman di twitter tentang
hilangnya barang-barang mereka saat dititipkan bagasi di bandara ini, membuatku
waspada dan berantisipasi. Hati-hati dan mengambil pelajaran dari peristiwa
tersebut tentu lebih baik.
Saat antri check-in, ada serombongan bule di antrian sebelah yang sibuk
mengatur bawaan mereka.
“Miss, kalau bagasi saya masih muat, minta tolong ya diatur agar barang
bawaan teman saya ini bisa masuk ke situ,” ujar seorang di antara mereka.
Wah… seru ya melihat kekompakan dan kebersamaan para pelancong ini. Jadi
terbayang kalau misalnya suatu waktu jalan-jalan dengan teman-teman komunitas
atau dengan saudara-saudara yang sebaya. Ahay…
Dari antrian check-in, kami
melintasi pemeriksaan dan pembayaran tax bandara. Menuju ruang tunggu dengan
bergegas karena jadual penerbangan makin dekat .
Di ruang tunggu, ternyata sudah banyak calon penumpang lain yang duduk
di sana. Hasan dan Fatimah menghabiskan waktu dengan menanyakan banyak hal
sehubungan dengan penerbangan dan pesawat. Maklum ini pengalaman pertama mereka
naik pesawat.
Alhamdulillah Hasan dan Fatimah tidak rewel selama perjalanan satu jam
terbang naik pesawat Air Asia dari Bali menuju Jogja. Sempat mereka cerewet
cemas karena mereka mendengar sering ada kecelakaan yang menimpa
pesawat-pesawat ‘kecil’ seperti Air Asia dan semacamnya. Tapi aku mengajak
mereka berdoa dan meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Seorang penumpang
di seberangku memberikan permen dan turut memberikan penghiburan bahwa tidak
akan terjadi apa-apa, insya Allah. Kami semua menutup telinga saat take-off
agar suara bising mesin pesawat tidak terlalu terdengar. Anak bungsuku sempat
bilang telinganya sakit, tapi aku yakinkan dia akan baik-baik saja nantinya.
Hasan sempat ingin pipis dan saya mengantarnya ke kamar mandi. Padahal
sesampai di toilet, dia tidak jadi buang air kecil. Halaaah, jangan-jangan ini
akal-akalannya saja supaya bisa melihat bentuk toilet dalam pesawat.
Alhamdulillah pesawat Air Asia mendarat dengan selamat, tanpa kendala
berarti. Sejak setelah take-off mereka sudah berhasil tersenyum kembali, namun
sempat deg-degan ketika akan landing. Dan begitu berhasil mendarat sempurna,
mereka tertawa-tawa bahagia sembari melangkah gembira menuruni anak tangga
pesawat.
“Kapan-kapan kita naik Air Asia lagi ya,” pinta anak sulungku yang
diamini oleh adiknya.
“Insya Allah,” janjiku dengan senyum mengembang di bibir, menyadari
bahwa Air Asia memberi pengalaman menyenangkan dalam kesempatan penerbangan
mereka sehingga tidak membuat mereka trauma untuk terbang lagi.
Tiba di bandara Adi Sucipto, kami langsung dikerubung para calo travel
dan pengemudi taksi. Jadi ingat adegan pembuka di film Kahaani. (Cakep banget
filmnya, karena memakai plot Antihero sehingga twist-nya keren abis). Akhirnya
setelah berhasil melalui barikade ini, kami naik taksi menuju terminal bis
Jombor.
Naik Bis Jurusan Jogja-Kudus ternyata lancar dan cepat. Bahkan bisa
turun depan rumah. Sekitar jam sebelas siang, kami sudah tiba di rumah lagi.
Alhamdulillah.
Sampai jumpa di edisi jalan-jalan berikutnya ya ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar