parek
iqomah sudah
terdengar. sehingga dia akhirnya mengambil tempat terdekat dari dia keluar dari
tempat wudlu. sebuah lokasi dekat jendela besar yang menghubungkan pandangan
dari pawestren (tempat sholat putri) dengan tempat sholat yang ada di dalam.
speaker di pawestren yang mati dan riuhnya suara para pengunjung masjid
yang bersliweran menuju tempat wudlu dan seputaran halaman masjid (maklum bulan
ruwah) menyebabkan telinganya kesulitan menangkap suara imam. walhasil dia
mengandalkan pandangan matanya yang bisa melirik gerak gerik para jamaah yang
ada di dalam masjid.
sayangnya ketika
ruku maupun sujud dan duduk setelah sujud, penglihatannya terhalang
tembok/dinding yang memisahkan pawestren dan bagian ruang masjid. Sehingga
gerakan sholatnya ada yang mendahului sang imam karena dia berdiri setelah
sujud dengan hanya mengira – ngira saja waktunya, eh kecepetan.
Gini ini lho kalau
jauh, tidak dekat/parek dari sumbernya langsung (sang imam). Jadi bisa sok tahu
dan akhirnya keblinger, salah waktu salah gerakan. Demikian pula halnya untuk
hal – hal lainnya. Bisa jadi kita melakukan sebuah amalan/laku dengan
rasa/anggapan diri kalau yang kita lakukan oke – oke saja. Hmmm.... tapi apa
iya? Kalau seperti kasus ini, kita ternyata cuma bisa meraba dan menduga –duga
laku yang benar dan tepat padahal ternyata tidak ? hayo lhoh...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar