SENANDUNGKU (Suara Dari Surga #2)
Ia selalu menyukai senandungku meski tak semerdu saudaraku yang lain.Mungkin
karena diam-diam sebenarnya ia mulai menaruh hati padaku. Tak mudah menaklukkan
hati sekeras miliknya. Entah kenapa, aku tak cukup mengerti. Mungkin ia mengira
aku tak cukup punya cinta untuknya, sehingga ia juga menahan cintanya untuk
bisa kumiliki sedikit saja. Entahlah.
Ini sebenarnya maulidku yang terakhir, di penghujungnya persis maut
menjemputku. Karena banyak orang bilang, aku bukan ‘manusia biasa’. Aku mereka
serupakan malaikat sehingga bukan di dunia penuh kebusukan ini tempat yang
nyaman untukku. Entahlah. Aku tak pernah tahu. Seperti aku tak pernah mengerti
mengapa kadang orang-orang bilang aku terlalu baik, sementara aku menganggapnya
biasa-biasa saja.
Airmatanya menetes sehingga membasahi baju anak perempuan dalam
gendongannya. Ia selalu teringat aku kala semua orang berdiri dalam posisi
‘asyroqol’. Ini saat-saat magis ketika banyak orang benar-benar merasakan
kerinduan yang amat sangat, kerinduan atas kekasih purnama hati, Shollallahu
‘ala sayyidina Muhammad.
Keharuan itu semakin menumpuk dan memenuhi dada hingga mengalirkan deras air
matanya, karena saat-saat magis itu beserta ingatannya akanku.
Kucoba menghapus airmatanya, tapi ‘malaikat’ sepertiku dengan jarak tak
kentara ini tak cukup membuat gundah gulananya mereda. Ia tak melihatku.
Sungguh-sungguh tak melihatku, bahkan juga dalam mimpinya. Dia sedang sibuk.
Kerepotan dengan dua permata peninggalanku yang tak henti-hentinya menggoda dan
menguji kesabarannya.
Ia membutuhkan kasih sayang. Mereka membutuhkannya.
Dan aku, aku ‘malaikat’ yang telah dijemput maut di ujung bulan maulud, aku
tak lagi bisa memberikannya kecuali memandangnya dari jarak yang tak kentara.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar