Menyejukkan Sekaligus Menutrisi
Senang sekali ada teman yang berbaik hati membeli, membaca dan mereview sekaligus bikin giveaway untuk novel Gus. semoga kebaikan dan barokah melimpah selalu untuk teman-teman yang telah sedemikian tulus dan baik hati. Aamiin.
Berikut catatan dari twins universe. cekidot ya....
Butuh bacaan yang menyejukkan sekaligus menutrisi? Memilih buku ini sebagai bacaan pasti tepat, karena Twinners akan diajak bertualang ke dunia pesantren yang inspiratif.
***
Judul: Gus
Karya: Dian Nafi
Penerbit: Kaki Langit Kencana
Editor: Khanifah
Tebal: iv + 198 halaman
ISBN: 978-602-8556-37-8
Blurb:
Mafazi, Gus di sebuah pesantren yang digadang-gadang sebagai calon pemimpin pesantren, sama sekali tidak berambisi untuk memegang tampuk kepemimpinan. Ia sebisa mungkin berupaya untuk tak sering-sering berada di pesantren dan menggunakan waktu kuliahnya sebagai alasan untuk melarikan diri.
Sama sekali tak pernah ia bayangkan, tiba-tiba Umminya sakit dan meninggal. Lalu Mafazi dihadapkan pada pilihan yang tak ia sukai; mau tidak mau ia harus bertanggung jawab atas posisinya sebagai laki-laki satu-satunya. Satu per satu, masalah datang menghampirinya; Abahnya yang menikah lagi serta datangnya seorang putra dari istri Abahnya yang bisa mengancam kedudukannya sebagai "pangeran" di pesantren itu. Mafazi pun cemburu, apalagi ternyata Harun, putra tiri Abahnya itu tak hanya cakap tetapi juga memiliki pengetahuan agama yang mumpuni dan berpotensi menjadi pesaingn dalam memperebutkan hati seorang gadis.
***
Yang sesungguhnya membuat Mafazi makin muak. Apakah seharga itu kedudukan Kyai dan Nyai? Ditukar dengan materi dan kemewahan? --Halaman 7.
Gus mengisahkan tentang keluarga pendiri pesantren Kharomah dengan latar tempat Magelang. Ada Sahlan dan Laili, suami istri perintis pesantren tersebut. Lalu anak-anak mereka yaitu Mafizi, Nurul, dan Wahdah. Di bab-bab tengah muncul Safina dan anaknya--Harun. Penulis tidak berlama-lama membuat pembaca menunggu untuk menikmati entakan konflik. Selepas prolog dan bab pertama yang sebenarnya bisa disatukan saja, konflik besar langsung dihidangkan. Kebakaran melanda pesantren, api melalap pondok besar hingga hangus hampir tak bersisa. Setelah itu berbagai konflik datang bertubi-tubi, salah satunya kematian Laili yang mengubah keadaan keluarga mereka.
Gus memiliki pengisahan yang bergulir dinamis. Semua anggota keluarga memiliki porsi penceritaan yang pas, sekalipun itu Laili yang sebenarnya di bab-bab awal sudah tiada. Penggunaan alur maju mundur membuat tokoh Laili terus hidup. Beberapa adegan dalam novel ini sukses membuat haru biru. Gus terasa realistis karena semua tokohnya tidak sempurna, membuat pembaca merasa dekat. Bagian-bagian romansanya dijabarkan dengan halus tetapi terasa indah.
Tanamlah padi maka akan tumbuh padi, bahkan rumput juga tumbuh. Kalau menanam rumput, jangan harap akan tumbuh padi juga. --Halaman 57-58.
Jika kita berbuat sesuatu untuk Allah, untuk tujuan akhirat maka tidak saja akhirat yang kita dapat tetapi juga duniawinya. Tetapi jika kita bertujuan untuk dunia maka jan harapkan akan mendapat balasan ukhrowinya. --Halaman 58.
Gus kaya akan pesan moral yang dengan lihai disampaikan penulis karena pembaca tidak akan merasa digurui. Menggunakan kalimat-kalimat quotable menyejukkan sekaligus memberi pengetahuan keislaman. Sepanjang novel, bertebaran istilah-istilah pesantren yang mudah dipahami.
***
Mau novelnya? Yuk, ikutan giveaway-nya. Caranya:
1. Follow akun penerbit Kaki Langit Kencana @KakiLangitKCNA
2. Jawab pertanyaan ini di komentar postingan resensi. Pertanyaannya, "Apa sih yang kamu lakukan untuk menunggu buka puasa?"
3. Giveaway berlangsung dari tanggal 16-26 Juni 2015
4. Satu pemenang diumumkan tanggal 27 Juni di akun twitter @TwiVers
sumber : http://www.twivers.com/2015/06/resensi-novel-gus-karya-dian-nafi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar