Festival Mahrajan Wali Jawi Di
Demak
Ada banyak sekali Wisata Jawa
Tengah yang menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah Masjid Agung Demak
peninggalan Wali Songo dan kerajaan Islam pertama di Jawa. Mengunjungi masjid
berikut makam dan museumnya, mungkin sudah menjadi hal biasa bagi beberapa
orang. Turut merasakan euphoria kegembiraan saat Grebeg Besar setiap bulan
Dzulhijjah/ bulan haji mungkin juga sudah pernah. Nah, ini ada perayaan alias
festival baru yang menarik dan sesungguhnya penting.
Berangkat dari keprihatinan bahwa ada wacana-wacana yang
hendak menjadikan Wali Songo ini hanyalah mitos dan dongeng, maka Majma’ Buhuts
An-Nahdliyyah bersama-sama dengan Pemangku-pemangku Makam Aulia yang tergabung
di dalam Perhimpunan Pemangku Makam Aulia, Takmir Masjid Agung Demak,
Pemerintah Daerah Kabupaten Demak, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah
bahu membahu melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan Mahrajan Wali-wali Jawi.
Dan Demak pun dipilih sebagai tempat pelaksanaan puncak
Mahrajan Wali-wali Jawi untuk nunggak semi apa yang sudah dilakukan oleh para
Wali. Maka festival yang berlangsung selama sepekan pun digelar dengan meriah.
Ada Pameran Peninggalan Para Wali
dan Book Fair yang bertempat di halaman Masjid Agung Demak. Karena terbuka
untuk umum dan berada di pusat kota, jadilah bookfair ini ramai dikunjungi
setiap harinya. Tentu saja aku juga menggelar beberapa bukuku dan buku
terbitanku di sana. :D
Lalu ada Sarasehan dan Silaturahmi
Ulama dan Tokoh Masyarakat yang bertempat di Pendopo Kabupaten Demak. Para pembicara
yang hadir antara lain: KH. A. Mustofa Bisri (Wakil Rois Am PBNU), Emha Ainun
Najib (Budayawan), Agus Sunyoto (Sejarahwan), Katjung Maridjan (Dirjen
Kebudayaan Kementrian Pendidikan Nasional). Acara ini juga mengundang tiga ratusan Kyai dan tokoh masyarakat dari Demak, Kudus,
Semarang, Grobogan dan sekitarnya.
Usai sarasehan digelar acara Kirab
Budaya yang mengambil rute hampir dua
kilometer. Berawal dari depan Terminal Demak dan berakhir di Pasar Kota Demak. Ada
banyak sekali atraksi di sana yang menggambarkan budaya apa saja yang dulu
pernah ada di Demak tercinta ini. Tari jipin yang merupakan tari khas Demak
ditampilkan beberapa kali oleh perwakilan dari komunitas ataupun sekolah. Juga
ada atraksi drum band dari beberapa sekolah seperti kebanyakan karnaval
lainnya. Yang unik ada arak-arakan kuda dengan penunggangnya menggunakan kostum
yang menggambarkan sosok Sembilan wali alias Wali Songo.
Bahkan ada Barongsai dengan sosok boneka
menggambarkan Laksamana Cheng Ho yang super besar, memakai pakaian cina.
Sebagai pengingat bahwa Raden Fatah Sayyidin Panatagama yang mendirikan Demak
ini moyangnya juga berasal dari Cina dari darah ibunya, sedang dari ayahnya
berdarah Majapahit.
Malamnya diselenggarakan Mujahadah
Mendoakan Indonesia di Lapangan Sekretariat Daerah. Mujahadah yang dihadiri
ratusan orang ini dipimpin oleh KH. Munif Zuhri dari Mranggen. Adapun Doa dipimpin oleh KH. Nafi’ Abdullah, KH. Asik
dan Kyai-kyai sepuh serta Habaib.
Sebagai penutup serangkaian acara
di festival Mahrajan Wali Jawi ini digelar Pentas Wayang Kulit. Acara tersebut dilaksanakan
setelah Mujahadah selesai di tempat yang sama. Ki Enthus Susmono sebagai
dalangnya dan lakon Petruk Dadi Ratu menjadi pertunjukan yang tidak saja
memancing tawa, bahagia, tapi juga perenungan yang mendalam bagi semuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar