Lima Hal Yang Harus Dipelajari Para Ekstrimis
Sedih, geram, bingung, jengkel dan gado-gado rasanya saat ada kejadian bom Sarinah tanggal 14 Januari 2016 kemarin ini. Pas baca beberapa spekulasi tentang kemungkinan bahwa itu drama saja, makin bingung juga membaca dan sungguh tak tahu bagaimana merespon semua itu. Speechless.
By the way, bahwa memang ada para ekstrimis di luar sana itu adalah benar adanya. Sebab musabab, jalur, alur bagaimana ceritanya sampai demikian, siapa di belakang siapa dan seterusnya sungguh susah dicari ujung pangkal dan sulit ditelisik kebenarannya yang asli.
But, ada beberapa hal yang semestinya dipelajari para ekstrimis itu, supaya tentu saja mereka tidak terus menjadi ekstrimis. Karena ekstrimis itu tidak saja menyakiti dan membahayakan orang lain, namun sesungguhnya menyakiti serta membahayakan diri si ekstrimis itu sendiri. Iya kan?
Apa saja lima hal itu?
1. Semestinya para ekstrimis itu belajar arsitektur
Dalam arsitektur, kita tak bisa sembarang merencanakan dan membangun hunian atau gedung begitu saja di sebuah tapak. Tetapi kita harus memperhatikan TOR, merespon kondisi tapak dan lingkungannya dengan baik, dan melalui proses desain yang melibatkan riset, feedback dst.
Seumpama arsitektur vernakular yang pas dan sesuai sekali untuk daerah tropis, demikianlah dulu wali songo beragama dan berdakah di bumi nusantara tercinta ini.
2. Belajar Seni
Dibutuhkan kepekaan tinggi untuk bisa mencapai sebuah seni. Kebeningan jiwa, kelembutan rasa. Dengan belajar seni, seseorang akan menemukan harmoni, balance, keseimbangan.
3. Belajar Enterpreneur
Jika memang bermaksud menjadi dan menegakkan khalifatul fir ardl, semestinya mengikuti saja jejak ustadz Yusuf Mansyur dengan kemandirian ekonomi berjamaahnya, para petinggi publishing yang bisa memberikan influence pada masyarakat lewat buku-bukunya juga gerakannya, para pengusaha yang memberi pekerjaan pada banyak orang dan mengentaskan kemiskinan, dst.
4. Belajar Musik
Eh musik ini termasuk seni ding ya:D
Btw, ada sesuatu dengan musik (yang baik). So, more music less drama. gitchu deh.
5. Belajar (Membaca dan) Menulis Novel
Kita tak bisa menulis novel tanpa hanyut larut menyatu menjiwai karakter-karakternya. Ada perjalanan yang membawa perubahan sikap, pandangan hidup, karakter tokoh dari yang negatif menuju positif (semestinya ya kan?) ataupun sebaliknya. Belajar menulis novel berarti belajar (ke)manusia(an) dan dengan demikian mengenali lebih dalam tentang manusia dengan segala kompleksitasnya sehingga menjadi ekstrimis berarti menyalahi (takdir) (ke)manusia(annya)
Itu beberapa hal yang harus dipelajari ekstrimis agar tak lagi ekstrimis. IMHO
Silakan menambahkan, teman-teman ^_^
Sedih, geram, bingung, jengkel dan gado-gado rasanya saat ada kejadian bom Sarinah tanggal 14 Januari 2016 kemarin ini. Pas baca beberapa spekulasi tentang kemungkinan bahwa itu drama saja, makin bingung juga membaca dan sungguh tak tahu bagaimana merespon semua itu. Speechless.
By the way, bahwa memang ada para ekstrimis di luar sana itu adalah benar adanya. Sebab musabab, jalur, alur bagaimana ceritanya sampai demikian, siapa di belakang siapa dan seterusnya sungguh susah dicari ujung pangkal dan sulit ditelisik kebenarannya yang asli.
But, ada beberapa hal yang semestinya dipelajari para ekstrimis itu, supaya tentu saja mereka tidak terus menjadi ekstrimis. Karena ekstrimis itu tidak saja menyakiti dan membahayakan orang lain, namun sesungguhnya menyakiti serta membahayakan diri si ekstrimis itu sendiri. Iya kan?
Apa saja lima hal itu?
1. Semestinya para ekstrimis itu belajar arsitektur
Dalam arsitektur, kita tak bisa sembarang merencanakan dan membangun hunian atau gedung begitu saja di sebuah tapak. Tetapi kita harus memperhatikan TOR, merespon kondisi tapak dan lingkungannya dengan baik, dan melalui proses desain yang melibatkan riset, feedback dst.
Seumpama arsitektur vernakular yang pas dan sesuai sekali untuk daerah tropis, demikianlah dulu wali songo beragama dan berdakah di bumi nusantara tercinta ini.
2. Belajar Seni
Dibutuhkan kepekaan tinggi untuk bisa mencapai sebuah seni. Kebeningan jiwa, kelembutan rasa. Dengan belajar seni, seseorang akan menemukan harmoni, balance, keseimbangan.
3. Belajar Enterpreneur
Jika memang bermaksud menjadi dan menegakkan khalifatul fir ardl, semestinya mengikuti saja jejak ustadz Yusuf Mansyur dengan kemandirian ekonomi berjamaahnya, para petinggi publishing yang bisa memberikan influence pada masyarakat lewat buku-bukunya juga gerakannya, para pengusaha yang memberi pekerjaan pada banyak orang dan mengentaskan kemiskinan, dst.
4. Belajar Musik
Eh musik ini termasuk seni ding ya:D
Btw, ada sesuatu dengan musik (yang baik). So, more music less drama. gitchu deh.
5. Belajar (Membaca dan) Menulis Novel
Kita tak bisa menulis novel tanpa hanyut larut menyatu menjiwai karakter-karakternya. Ada perjalanan yang membawa perubahan sikap, pandangan hidup, karakter tokoh dari yang negatif menuju positif (semestinya ya kan?) ataupun sebaliknya. Belajar menulis novel berarti belajar (ke)manusia(an) dan dengan demikian mengenali lebih dalam tentang manusia dengan segala kompleksitasnya sehingga menjadi ekstrimis berarti menyalahi (takdir) (ke)manusia(annya)
Itu beberapa hal yang harus dipelajari ekstrimis agar tak lagi ekstrimis. IMHO
Silakan menambahkan, teman-teman ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar