Kosong Dalam Kosong
Kembali ke rumah, pulang, menemui lagi orang-orang yang berhati lembut, berjiwa baik dan tak kenal lelah melayani serta membahagiakan banyak orang. Betapa menakjubkan, bahwa di dalam rumah itu ada banyak sekali bahu yang bisa dibuat bersandar. Meski ada tanda tanya sempat mampir di kepala karena tak sempat melihat sang kepala suku, tapi tubuh terus beredar dari pojok ke pojok. Menyerap banyak energi yang tersaji di hampir semua sudut.
Sejak datang langsung bertemu sang ratu yang langsung tersipu ketika dipanggil bu Nyai. Menyerap kehangatan kembar. Dan terkejut oleh sapaan sang penakluk Rinjani. Saling mentransfer energi dengan deretan para punggawa yang semakin kompak dan terasa kekeluargannya. Lalu sempat tertahan si tomboy yang penasaran karena kehilangan sedikit ingatannya.
Datang terlambat ternyata membuatnya ketinggalan hal yang mungkin terpenting tahun ini. Tapi mungkin juga keberuntungannya, karena ia jadi tak sempat melow.
Menyimak tutur penyair dan keponakannya dari tanah Bugis, sampai si pemilik senja yang mengajak semua untuk bermain-main saja, memanjakan imajinasi.
Senandung penakluk rinjani hampir saja membuatnya larut, tapi ia tak ingin amygdala-nya dibajak lagi, jadi ia sebisa mungkin tetap menjejakkan diri pada ruang dan waktu dengan cara mengalihkan perhatian.
Semua menjadi berubah warna, ketika di penghujung waktu baru ia dengar kabar itu. Tentang tuan rumah yang entah. Lalu tanda tanya berubah menjadi lebih besar, tapi tak ia temukan jawabnya.
And guess what? Pada suatu waktu lalu, sebenarnya sempat kepikiran bahwa akan ada sesuatu yang terjadi. Sesuatu. Entahlah. Akhirnya hanya bisa mengiringi dengan doa bahwa semua akan baik-baik saja. Aamiin.
Kosong Dalam Kosong
by
dian nafi
on
April 25, 2016
in
charge,
jiwa,
Kosong,
people development,
personal growth,
pulang,
rumah,
soul travel,
spiritual
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar