Menyambut Makhluk Mungil Yang Manis
May menggigit bibirnya. Pedih banget. Dia kira pertemuannya
kembali dengan Raho kali ini akan berakhir bahagia. Setelah dulu mereka gagal
bersatu karena May dijodohkan, dan akhirnya Raho terpaksa mencari pendamping
lain, kini mereka berharap akhirnya akan bersama lagi. Tetapi seperti lagunya
Jose Marichan yang berjudul Beautiful Girl, that is destiny’s game. Takdir
ternyata kembali mempermainkan mereka.
Rencana Raho untuk minta ijin ke istrinya untuk juga mempersunting
May gagal di tengah jalan. Setelah sang
istri dikira sakit-sakitan, ternyata kemudian di belakang hari ketahuan kalau
sedang mengandung bakal anak ketiga mereka.
Berita kehamilan sang istri ini tentu saja mengubah
konstelasi semesta. May serasa dijatuhkan dari langit ketujuh. Ambruk. Remuk.
Lalu seperti sebuah cahaya yang turun dari langit, kejadian
ini menjadi sebuah ephipany bagi May. Dia jadi ingat kejadian serupa beberapa tahun
lalu. Saat almarhum suaminya juga main mata dan main hati dengan teman sekolah
menengahnya dulu setelah mereka ketemuan di reunian, May sempat mengalami
goncangan. Di tengah goncangan itu, kemudian ternyata ketahuan kalau May hamil
anak kedua. Perasaan jengkel pada ‘pengkhianatan’ suami, May tumpahkan pada
calon orok dalam perutnya, bahkan sampai kemudian lahir dan bertumbuh. Bahkan
setelah sepeninggal suaminya, May masih menyimpan ketidaksukaan pada anak yang
dikandung dalam masa yang tak bersahabat itu. Baru beberapa tahun terakhir ini sajalah
kebencian itu perlahan meredup.
May tak ingin apa yang pernah dia alami ini, akan menimpa
istri Raho. Lelaki yang baru bisa menumbuhkan rasa cinta di hati May setelah
penantian dua puluh tujuh tahun sejak SMP ini, bagaimanapun telah menjadi
bagian dari hidupnya. May merasa bahwa calon orok yang dikandung istri Raho
adalah anaknya juga. Bakal makhluk mungil ini semestinya menjadi yang terkasih.
May menghitung hari. Kira-kira bulan depan bayi itu akan
lahir. Semoga sehat dan tak kurang suatu apapun. Mata May menelusuri
laman-laman di internet. Sepagian ini dia berseluncur dan mencari kado apa yang
tepat untuk diberikan pada sang bayi nantinya.
Pandangannnya tertumbuk pada salah satu gambar saat dia
searching. Segera dia klik, dan terbukalah laman katalog perlengkapan bayi yang
menampilkan banyak sekali pilihan. Wow, bagus-bagus. Cantik-cantik. Sangat
menarik. Baik model maupun warna-warnanya.
May mengklik satu per satu item daftar perlengkapan bayi baru lahir dan menimbang-nimbang mana
yang paling dia sukai. Dia dan Raho sama-sama suka kopi, buku, jalan-jalan,
sambal, buah, musik, olah raga. Apa ya?
Sampai akhirnya hatinya tertambat pada satu perlengkapan
bayi berwarna oranye. Yang kayaknya pas banget buat dipakai Raho saat mengasuh
bayi mungilnya nanti sambil jalan-jalan. Harganya cukup terjangkau buat kantong
May.
Perempuan itu segera meng-klik pilihan hatinya dengan cepat,
sebelum pikirannya sempat berubah. Setitik air mata tak terasa menetes dan
membasahi pipinya. Tak ada sesal. Tak ada benci. Dia merasa semua kejadian ini
telah Dia gariskan sedemikian rupa agar dia bisa memahami posisi almarhum
suaminya waktu itu, memahami posisi teman sekolah menengah almarhum suaminya
yang saat itu entah bagaimana bisa menjadi perempuan yang ada di tengah mereka.
Saat ini ketika May berempati dan bersimpati pada istri Raho, sesungguhnya dan
hakikatnya dia sedang berempati dan
bersimpati pada posisinya waktu itu. Semua tak lepas dari takdir dan kuasa-Nya.
Hanya itu yang dia yakini sepenuhnya. No. reserve.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar