Meski sudah seringkali lewat Museum Jenang ini, tetapi baru kemarin aku sempat masuk ke dalamnya dan terpukau dengan konsep gusjigangnya yang sangat menginspirasi.
Sebuah tempat wisata edukasi yang sangat keren. Dari Kudus Menyapa Peradaban
Begitu kita memasuki ruangan lantai dua, mata seolah langsung menangkap pemandangan miniatur kota Kudus yang nyeni dan artistik.
Sebuah miniatur menara kudus tepat berada di tengah ruangan. Sudah pasti memang landmark terpopuler di kota kretek inilah yang pantas berada di tempat itu. A heritage. Sebuah karya Arsitektur yang tidak saja monumental, tapi juga penuh nilai filosofis. Menggabungkan ciri khas arsitektur lokal yang pada saat itu ditengarai dengan bangunan bergaya candi milik hindu budha. Memakai material lokal, bata merah yang ramah alam, dan disusun dengan ciamik, artistik, mistis dan membawa hasrat keagungan.
Yang tentu saja menarik adalah cara Sunan Kudus yang notabene keturunan habaib syeikh hadrommaut yaman dan membawa ajaran islam dari daratan Arab, tapi melakukan pendekatan manis, casual approach pada pribumi, masyarakat yang sudah lebih dulu tinggal di sana berikut budaya setempat.
Di sisi selatannya terdapat Diorama yang menggambarkan aktivitas di salah satu pasar tradisional di Kudus tempo dulu.
Pada sap kedua, terdapat miniatur rumah adat kudus yang berada dalam ruangan khusus yang seluruh dindingnya memajangkan foto-foto berbagai public space di Kudus pada jaman baheula.
Gerbang yang berada di bagian depan kompleks rumah adat kudus sebagaimana kita temui juga di rumah adat bali, tidak saja berfungsi sebagai pembatas daerah luar dan dalam kawasan rumah, namun sekaligus memberi framing bagi runah adat yang indah ini. Memberi kesan dan pengalaman keruangan yang indah, berkesan dan bermakna.
Arsitektur Rumah adat kudus, berikut pembagian ruang alias layout nya juga material eksterior maupun interiornya memiliki nilai nilai filosofis sebagaimana rumah rumah adat di bali, lombok, dan banyak daerah lainnya di indonesia.
Bangsa kita tak ayal adalah manusia manusia yang berbudi pekerti luhur, melewati profannya menuju sakral. The spiritual one.
PS: motor motor antik yang ditaruh di beberapa pojok museum bikin tambah artistik.
Senang sekali bisa melihat miniatur Rumah adat kudus yang dulu semasa kecil menjadi tempat bermainku.
Teringat gemericik hujan yang jatuh dari teritisan atap, menimpahi kerikil-kerikil sepanjang tepi rumah. Menciptakan irama alam yang magis.
Se-magic seluruh ukiran yang menjadi bagian rumah. Dinding, partisi, pintu, meja kursi, lampuz tiang, bahkan balok balok penampang yang terekspos di langit-langitnya. Carving. Seketika kesadaran menyeruak. Inilah rahasia dari sebuah mahakarya maestro yang artistik. Dikerjakan secara detail, dalam ketekunan yang mungkin diiringi wirid wirid. Subhanallah.
Carving.
Ukiran kayu pada gebyog partisi rumah adat kudus menjadi salah satu bagian menakjubkan dan mengundang minat banyak orang, dari dalam dan luar negeri.
What come from inside will shine outside.
Jiwa seni, ketekunan, kerajinan termanifestasi mewujud pada bentuk yang detail, indah, subtile dan menggugah jiwa jiwa lain yang turut menikmati lekukan lekukannya.
Pilihan flora fauna sebagai inspirasi model dan pola stilisasinya membawa nuansa alam ke dalam interior hunian.
Permainan tebal tipisnya, takik tekuknya, tertutup terbukanya, menciptakan siluet permainan bayang terangnya yang mencengangkan.
Seperti cinta.
Kriya lain yang juga sangat menarik adalah pahatan dinding berbahan tempurung kelapa.
That's art!
Jutaan pecahan tempurung kelapa dengan berbagai warna, bentuk dan tekstur, disusun sedemikian rupa dengan seni, ketelatenan membentuk scene adegan para pembuat jenang sedang mengaduk berbagai bahan di dalam lumpang lalu mengaduknya dalam wajan besar di atas pawon berbahan bakar kayu dan arang.
So lovely and incredible!
Just touch the surface, and we can feel the beauty and unspeakable moment.
Motor kuno dan batik sama antiknya. Sama klasikmya.
Area batik court di lantai dua, bagian depan yang punya view ke jalan raya, menjadi salah satu ruangan mengasyikkan yang juga sayang untuk dilewatkan.
Kita bisa menikmati indahnya lukisan tangan tangan terampil dan buah seni serta ketrampilan pewarnaan para pebatik kudus. Sebagiannya ada batik Printing yang desain desainnya juga apik, terinspirasi oleh alam indonesia yang kaya raya, gemah ripah loh jinawi
Bupati kudus dan bupati Demak pada masanya dulu, menjadi latar tempat saya duduk ini. I am proud being citizen of both city. Kudus, semasa kanak-kanak saya. Demak, sejak saya duduk di sekolah dasar hingga sekarang.
Profil tokoh tokoh berpengaruh dari kudus dipasang di dinding dinding museum jenang, berikut cerita singkat perjalanan hidup mereka.
Adalah sosrokartono, kakaknya raden ajeng kartini, menjadi salah satu tokoh yang bahkan dipampangkan dua kali.
Pertama, di lorong dekat rumah adat kudus (yang menjadi background fotoku ini)
Satu lagi ada di area kontemporer, museum bagian belakang.
Kartonolah yang menjadikan kartini sedemikian progresifnya. Kita tahu, dalam empowerment terkandung juga leadership, influencing, educating, sharing, caring, movement dan impact.
Meski dalam kenyataannya, mereka yang punya peran besar dalam kesuksesan orang lain bahkan tak pernah diperkenalkan, tak pernah ditonjolkan. Dan di sanalah nilai lebih seorang guru, seorang maestro. Keikhlasan dan kebesaran hati.
Live long brother Kartono!
Seolah menampilkan kudus dari masa ke masa, senyampang beralihnya estafet usaha jenang dari generasi ke generasi, museum jenang memiliki bagian bagian yang berbeda.
Bagian depan museum jenang menampilkan peninggalan-peninggalan kudus dari masa lalu, seperti menara kudus dan kompleks masjid serta makamnya yang estetik, juga rumah adat kudus. Dominasinya material bata, kayu dan tone klasik.
Sedangkan bagian belakang museum menghadirkan gambaran kudus yang lebih modern, kontemporer kekinian.
Gapuranya mengambil gaya masjid al aqsho kudus yang berada di sebelah menara kudus.
Terdapat puisi-puisi interpretasi tentang gusjigang yang ditulis oleh para tokoh dan sastrawan. Ditulis di atas lembaran-lembaran tinggi besar dengan tali gantungan dari arah plafon.
Juga konsep gusjigang disajikan dalam lembaran paling lebar.
Tokoh tokoh putra daerah kebanggaam kudus dari masa ke masa juga disejarahkan dalam lembaran lembaran tersendiri.
Benar benar wisata edukasi yang menginspirasi.
I love that gold concept of contemporer area.
So meaningful but also elegant!
Mixing of great Interior architecture design and gusjigang core value interpretation.
I also love the fonografi. Just looks match. Tuned in. Chic but also classic.
Ini dia ruang dan gerbang antara bagian klasik museum dan bagian kontemporernya.
Berdiri di ambang seperti itu, menjadikan perspektif kita lebih luas, melihat dua sisi berbeda yang lebih berwarna. Sehingga akhirnya lebih memahami dan mengerti, memaklumi dan menoleransi. Atau bahkan mencari pertemuannya, persinggungannya, dan mungkin mengkolaborasikan keduanya.
Just like me, the hybrid one. Gen pinggir. Suka berada di antara dua hal yang berbeda. Santri dan post santri. Teknik dan sastra. Puritan dan modern.
Let just be peace with ourself. Just take ourself as the way it is.
Only with that way, we can flow and joy this life.
Surat al ikhlas yang ditatah dengan bahan kuningan dan menjadi center point bagian belakang museum jenang seolah menggambarkan inti dari semuanya. Bahwa konsep gusjigang itu, bagus akhlaq - pinter ngaji-pinter dagang - kesemuanya harus dilakukan dengan ikhlas. Dengan kerangka kemurnian yang tulus, jernih, bening. Lillahi ta'ala
Tidak ada komentar:
Posting Komentar