Wa man yattaqillaaha yaj'al lahuu makhrojan.
Barang siapa bertawakal padaNya, akan diberi jalan keluar.
Demikianlah hikmah dan insight yang kudapat dalam masa-masa menjelang, selama dan sesudah perjalanan ke Surabaya ini.
Jadi ceritanya, aku sudah berencana ke Surabaya untuk menemui sahabat penulisku yang tinggal di Singapura, si Claire yang menulis novel fenomenal yang menang lomba novel kelas dunia itu.
Tapi karena berbarengan acara di Semarang, jadi rencanaku batal.
Lalu pas harus ke Surabaya untuk launching antologi HIIB Single Fighter, eh ada kendala lagi. Sebab ada acara keluarga besar aka Haul yang nggak mungkin juga ditinggalkan begitu saja.
Subhanallah ternyata Allah Maha Penyayang. Malah aku diberangkatkan ke Surabaya tanpa harus mengeluarkan biaya. Naik pesawat Garuda pulang pergi. Tidur di hotel tunjungan plaza dan hotel Santika Surabaya. Dapat sangu pula. Semua dibiayai Bekraf aka Badan Ekonomi Kreatif nya pak Triawan Munaf, karena aku dapat undangan hadir di Coding Mum Conference dan Festival Bekraf di gedung Convention and Exhibition aka Convex Surabaya.
Alhamdulillah tsumma alhamdulillah.
Ke Taman Bungkul yang asri dan sangat ramai pengunjung.
Ramainya pengunjung taman bungkul mungkin bentuk nyata dari kecintaan dan apresiasi warga Surabaya terhadap kepedulian ibu @trirismaharini pada kota ini.
Mungkin secara fisik sama dengan taman-taman yang lainnya, tetapi realita kalau hampir ada taman asri di semua tepi alan-jalan di Surabaya membuat taman ini menjadi istimewa.
Surabaya tidak saja menjadi hijau, terlihat segar, nyaman, bersih dan rapi tetapi juga menyenangkan.
Ketika aku sempat berpikir bahwa mungkin tak akan ada lagi yang bisa bikin aku sakit, tahu-tahu pagi itu di kebun binatang aka Bonbin Surabaya, sesuatu meretakkan jiwaku. "Yah, singa yah!"
Teriak seorang anak kecil pada ayahnya ketika ia lewat di depan arena singa kebun binatang.
Aku berdiri tertegun mendengarnya.
Dan tiba-tiba teringat anak-anakku.
Mereka tak pernah sempat berseru seperti itu pada ayahnya. Mereka tak pernah merasakan kehangatan dan kebahagiaan seperti itu.
Dan tahu-tahu wajahku menghangat. Dan sesuatu mengalir di sana.
Aku tahu ini bukan sakit namanya. Aku tak tahu ini apa.
Monumen kapal selam
Sejak menonton kembali kisah penyerangan Surabaya oleh kolonial, kembali hati tergugah, haru dan bangga atas perjuangan dan pengorbanan para pahlawan kita.
Surabaya panas banget. Tapi jadi adem ketika kaki menginjakkan langkah di masjid cheng ho.
Subhanallah hati terasa tersiram es tatkala tausiyah terdengar dari arah masjid.
Air, demikian kata penceramahnya tadi, adalah urgen. Saat seseorang meminum air kebenaran, ia akan menjadi lembut, mudah memperoleh hidayah dan kebaikan.
"lha wong dalan dhowone koyok ngene kok ora ono tempat sampahe."
Kudengar dari arah belakangku, seorang perempuan mengobrol dengan temannya. Tapi dia juga tidak kemudian membuang sampah sembarangan tuh. Dia masih bawa sampahnya sampai ketemu tempat sampah.
Kagum aku sama warga Surabaya. Inilah rupanya hasil didikan ibu @trirismaharini
Salut!
Seneng banget karena design concept maupun exterior elements yang dulu hanya bisa kulihat di majalah atau buku-buku semasa kuliah arsitektur, kini banyak diterapkan di kota-kota Indonesia, termasuk Surabaya sebagai perintisnya.
Lampu-lampu yang didesain indah. Tempat-tempat sampah yang fungsional tapi juga estetis. Kursi-kursi yang eksotis. Dan tatanan semuanya yang menjadikan kota terasa romantis. Oh ya, dan tentu saja tamannya yang bikin kita membayangkan sorga.
Ahay! 😊
*sungkem bu @trirismaharini
Kembali ke jembatan merah setelah puluhan tahun lalu pernah ke sini bareng teman-teman arsitektur untuk kkl.
Yang juga mengagumkan dari Surabaya adalah kegigihannya menjaga bangunan-bangunan lama dengan preservasi, konservasi.
Architecture is the way how city tell its story and history.
Hari pertama dan kedua, tinggal di hotel Tunjungan Plaza di tengah kota. Barengan delegasi aka ambassador Coding Mum dari Kendari Sulawesi.
Hari ketiga dan keempatnya tinggal di hotel Santika, bareng delegasi aka Ambassador Coding Mum dari Tenggarong Kalimantan.
Kembali ke museum dan tugu pahlawan setelah dulu 22 tahun yang lalu pernah ke sini bareng teman-teman kuliah arsitektur. Dan kembali terharu, tergugah, terinspirasi. Allahu Akbar. Betapa besar jasa pahlawan kita. Betapa agung karunia kemerdekaan ini dariNya.
Alhamdulillah akhirnya kesampaian ke rumah peneleh. Tempat kost nya bung Karno alias ndaleme pak Cokro
Dan ini dia penampakan loteng rumah kost pak Tjokro yang ditiduri oleh Bung Karno bersama teman-temannya termasuk yang menjadi pentholan alias pimpinan PKI yang saat itu akhirnya berhadapan dengan Soekarno sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar