Satu Di Antara Tiga
Agak bingung juga aku kalau harus memilih satu di antara tiga teman perempuan sesama aktifis fatayat Nahdlatul Ulama ini.
Yang satu, sekretaris pertama sangat aktif dan antusias. Dia juga jadi kepala sekolah PAUD fatayat NU dan juga kepala TPQ aka Taman Pendidikan Alquran menggantikan almarhum bulikku. Mengalami berbagai fase dalam perjuangannya termasuk menghadapi pengusiran dari pihak yang merasa memiliki dan menguasai lahan yang ditempati meski sebenarnya status tanah tersebut adalah wakaf. Alhamdulillah dengan bantuan bulikku yang lain (yang juga kutuliskan sepenggal kisahnya sebagai perempuan yang menghidupkan kehidupan), akhirnya TPQ mendapatkan tempat di lokasi lain. Alhamdulillah tsumma alhamdulillah.
Sosok satunya lagi seperti asisten pribadi bagi ketua fatayat kami yang punya karakter tenang dan kalem. Si mbak asisten pribadi ini selalu siap standbye di samping beliau, membantu mengerjakan hal-hal yang butuh kecepatan, berbau teknis, implementasi, teknologi, dan semacamnya. Sering menjadi orang yang mewakili ketua jika beliau sedang berhalangan hadir, terutama menghadiri undangan-undangan dan juga kegiatan keluar lainnya.
Nah, satu lagi yang akhirnya mungkin menjadi pilihanku untuk bisa mendapat hadiah kali ini jika beruntung, adalah sesama janda mati sepertiku. Rumahnya dekat sekali dengan gedung kantor NU di kota kami. Hanya beberapa langkah. Sehingga tentu saja dia menjadi andalan bagi semua orang jika ada acara-acara di gedung NU, baik yang diselenggarakan oleh fatayat maupun NU secara umum. Seringnya kalau ada acara fatayat di gedung NU, akulah orang pertama yang datang lalu dia yang rumahnya paling dekat. Mungkin ini yang membuatnya jadi akrab denganku dibanding beberapa sahabat fatayat lainnya. Selain bahwa dulu aku yang masih kecil suka dibawa bulikku ke mana-mana untuk ikut mengaji burdahan, yasinan dan semacamnya sehingga kenal dengan mbak-mbak fatayat, termasuk dirinya.
Aku perhatikan sejak suamiku meninggal tiga belas tahun yang lalu, para perempuan yang simpatik dan perhatian padaku juga anak-anakku yang yatim, kok ya ndilalah terus nututi alias punya nasib yang sama denganku. Suaminya pun akhirnya meninggal dunia ketika usia mereka masih muda.
Guru-guru anak-anakku. Beberapa tetangga juga saudara-saudaraku, baik yang jauh maupun dekat. Dan bahkan teman-temanku jaman sekolah atau kuliah dulu. Entahlah bagaimana cara menjelaskan fenomena yang kutemukan ini, apakah memang kebetulan atau justru Allah sesungguhnya sudah menyiapkan mereka untuk ujian tersebut dengan caraNya yang kadang tak bisa kita pahami.
Nah, yang agak menjadi kerisauan dan juga simpatikku yang lebih dalam terhadap sosok sahabat fatayat yang suaminya wafat ini adalah karena mereka tidak punya anak sebagai penerus mereka. Jadi dia benar-benar sendirian kini. Kalau beberapa janda mati lainnya masih bisa terhibur dengan kehadiran anak-anak mereka, yang ini tidak.
Aku ingat sekali bahwa perjalanan ibadah hajiku ke Mekkah Madinah setahun setelah kematian suamiku, alhamdulillah sekaligus menjadi penghiburan bagiku. Allah Maha asih, welas dan kasih. Dia kuasa memberikan obat juga pereda nyeri dengan caraNya. Jadi kurasa perjalanan umroh bagi si mbak sahabat fatayatku ini semoga bisa menjadikannya lebih kuat dan kokoh menghadapi kehidupan dengan segala onak durinya ini. Semoga harapan ini menjadi kenyataan. Aamiiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar